My name

Selasa, 09 Juli 2013

Bedah Novel Aurora di Langit Alengka

Met sore diary....

Akhirnya selesai juga aku membaca novel setebal 606 halaman. Sebuah novel yang aku temukan dengan tidak sengaja di salah satu toko buku terkenal di Surbaya. Saat itu sebenarnya aku iseng saja jalan jalan ke toko buku karena bosan di tempat kos sendiri sedang suami kerja. Awalnya aku ingin mencari buku tentang "Taksonomi Tumbuhan" tetapi setelah muter ternyata aku tidak menemukannya. Cukup kecewa juga toko sebesar itu koleksi buku untuk MIPA tingkat lanjut sangat kurang. Untuk mengobati rasa kecewaku aku langkahkan kaki ke bagian novel, dan tertumbuklah mataku pada sebuah novel dengan judul "Aurora di Langit Alengka". Sekilas dari sinopsis tidak cukup membantuku mengetahui isi ceritanya karena sinopsisnya hanya ada dua kalimat saja. Mungkin memang sengaja untuk memancing rasa penasaran bagi calon pembacanya. Yang membuat aku tertarik adalah testimoni dari ke H. Manteb Soedharsono yang menyatakan "Saya dukung Penulisan novel ini. Ditunggu cerita berikutnya pada zaman Mahabaratha". Mulai dehc saya bolak balik buku tersebut dan memantapkan hati untuk membelinya. Yahc akhirnya aku mengantongi novel tersebut saat pulang dan ketika di tanya suami sambil meringis aku bilang ga jadi beli buku taksonomi tumbuhan dan jadinya beli novel. Suamiku cuma tertawa sambil mengacak rambutku dia berjanji mengantar ke toko buku lain yang lebih lengkap.

Okey sekarang kita masuk ke area novel. Berdasarkan cover aku sudah menebak bahwa ceritanya adalah tentang 4 orang anak dari abad modern yang masuk ke dunia pewayangan. Akan tetapi ada yang janggal pada cover tersebut bahwa gambar Rama dan Sintha di pojok kanan menggunakan gambar tokoh dari India. Padahal setelah meilihat ilustrasi gambar dan juga membaca novel tersebut ternyata alur ceritanya mengambil pewayangan jawa. Berarti tidak singkron isi dengan covernya.
Coba perhatikan cover buku ini
mengapa tidak seperti ini?
Atau seperti in?

Atau seperti ini????? wkwkwk kalo yang ini jangan dihiraukan ga penting banget
Ah...whatever lah ya meski bagi ku cukup mengganggu yang penting kan isinya. Saat saya membaca halaman-halaman awal buku ini terbersit sedikit rasa kecewa. Alurnya terlalu remaja tidak sesuai dengan umurku ^_^ begitu juga pemilihan kata-katanya. Yahc mungkin novel itu di tujukan pada kaum remaja. Akan tetapi semakin masuk kedalam ceritanya semakin menarik kata kata yang dipergunakan lebih tertata dan indah seperti kata-kata dalam pewayangan pada umumnya and finally aku pun mulai menikmati membaca novel tersebut sampai akhir cerita.

Seperti yang telah singgung diatas bahwa novel ini menceritakan tentang 4 anak dari Jakarta penggemar wayang yang memiliki suatu geng yang bernama Sarotama. Nama Sarotama diambil dari nama salah satu senjata milik Arjuna. Ke empat anak tersebut bernama Putriaji Dyah Kusumayu Larasati (Laras) kelas 3 SMP, Maskumambang Setiaji Priyambodo (Mambang) kelas 2 SMP yang juga merupakan adik kandung Laras. Anggota ke tiga adalah Raditya Putra Aninditya (Radit) Kelas 3 SMP dan yang terakhir Sembara Kelana Mahardika(Bara) kelas 2 SMU yang merupakan ketua geng Sarotama tersebut. Kisah ini berawal saat terdengar desas desus yang mengatakan bahwa dunia wayang itu sebenarnya ada, bukan sekedar imajinasi dari para pujangga di jaman dahulu. Hal tersebut memacu semangat anggota geng terutama Laras yang sangat mengidolakan Sintha dalam cerita Ramayana untuk mencari lorong waktu yang dapat membawanya ke dunia Wayang tersebut dengan misi utama adalah merubah alur cerita dengan menyelamatkan Sintha dari penculikan Rahwana.

Berdasarkan hasil penelusuran di dunia maya akhirnya diketahuilah bahwa sumber desas desus tersebut berasal dari desa Klaten tempat tinggal seorang dalang sepuh yang bernama Ki Gondobayu. Singkat cerita mereka berempat menemukan kotak wayang tua di sebuah gandri yaitu ruang penyimpanan harta benda pemilik rumah. Saat mereka terpesona dengan wayang-wayang yang mereka ambil Bara tanpa sengaja memainkan sebuah cempurit yang biasanya dipergunakan dalang untuk membuat irama memulai lakon dan sebagai acuan bagi musik pengiring. Saat cempurit dimainkan Bara, keajaiban terjadi kotak wayang yang semula berisi tumpukan wayang tiba-tiba berubah menjadi sebuah lubang yang dalam dan memiliki lorong gelap yang menghubungkan dengan dunia wayang. Dimulailah petualangan ke empat anak tersebut dari berbaur dengan masyarakat sekitar, menuju Ayodya untuk melihat secara langsung pesta pernikahan Rama dan Sintha, melihat berbagai dewa dan dewi yang beterbangan dari kayangan untuk menghadiri pesta pernikahan Rama dan Sintha, pergi ke hutan Dandaka demi memberi peringatan Sintha untuk tidak tertarik dengan kamuflase kijang emas yang merupakan jelmaan Kala Maricha yang merupkan patih kerjaan Alengka suruhann Raja Rahwana. Memang usaha mereka berhasil Sintha tidak berhasil di culik oleh Rahwana akan tetapi sebagai gantinya adalah Laras yang menjadi korban penculikan. Ternyata Rahwana salah culik dalam hal ini. Mulai dari sini lah cerita menjadi semakin menarik. Yang membuat aku senang lagi Burung Jatayu Raja segala burung yang pada cerita aslinya mati karena menolong Sintha saat penculikan dalam cerita ini tidak mati karena memang tidak ada penculikan Sinta. Cerita saat adegan matinya burung Jatayu selalu membuat hatiku teriris-iris. Ga tega saja lihat manusia or Raksasa dalam cerita ini membunuh hewan dengan mematahkan sayapnya issshhhh.
patung burung jatayu


Selain itu cerita Hanoman obong pun juga tidak ada, yang menjadi duta rama untuk perdamaian adalah Anggada, anak dari Resi Subali. Untuk cerita lain-lainnya hampir sama dengan cerita saat penculikan Sintha pada umumnya. Sedikit kecewa juga ke heroikan Hanoman tidak terlalu dimunculkan dalam cerita ini. Padahal saya sangat mengidolakan tokoh kera putih ini
Foto Hanoman obong 1

Foto hanoman obong 2
Sampai diakhir cerita Laras dapat di bebaskan oleh pasukan Rama yang berasal dari Gua Kiskenda yang terdiri dari ribuan kera dan berbagai binatang buas yang di pimpin oleh Resi Subali Kalau cerita aslinya kalau ga salah resi Subali di bunuh oleh Rama karena sifat angkara murkanya. Dalam cerita ini Subali mati di tangan Rahwana mengorbankan diri agar ajian Pancasona Rahwana tidak bisa diigunakan karena menurut Subli sang guru Rahwana, ajiian itu tidak akan berfungsi jika sang pemilik mati. Setelah gugurnya resi Subali Rahwana tidak bisa menyatukan bagian tubuhnya kembali saat dipanah oleh Rama dan akhirnya mati. Selain pasukan dari Gua Kiskenda ada juga pasukan burung anak buah dari Jatayu.

Secara keseluruhan cerita ini cukup menarik dan tidak rugi membacanya. Aku membayangkan alangkah kerennya jika cerita ini di angkat menjadi cerita layar lebar dengan bantuan efek dan animasi setara film film Hollywood tentu akan bisa bersaing dengan Iron man III misal, Spiderman or Superman. Sayangnya negara kita belum mampu, saya tidak bilang bangsa Indonesia karena seperti yang diketahui banyak sekali animator asal Indonesia yang sukses di film-film Hollywood. Semoga saja kedepannya dunia per film an lebih diramaikan dengan kreatifitas anak bangsa yang menjunjung budaya dan norma-norma bangsa Indonesia. Bukan mengadopsi budaya bangsa lain yang sangat tidak tepat di pertontonkan untuk generasi muda saat ini.

Ehm udah sore diary...time to take a bath....see you next story....

Judul : Aurora di Langit Alengka (novel)
Pengarang : Agus Andoko
Penerbit : Diva Press
Kota Terbit : Yogyakarta
Tahun terbit : 2013 cetakan pertama Maret 2013
Jumlah halaman : 606 , Ilustrasi 27 halaman