Pada posting kali ini aku ingin menceritakan kesanku setelah membaca buku Ramayana yang ditulis oleh Wawan Susetya.
Ramayana identik dengan tokoh utama Rama Sintha serta tokoh angkara yaitu Rahwana. Dalam posting ini aku akan banyak membahas tentang beberapa tauladan yang dapat kita ambil.
Pertama : sifat legawa raden Rama Wijaya saat dia harus menyerahkan tahta Ayodya ke adik tirinya raden Baratha. Padahal raden Rama adalah putra Pambayun (pertama) dan lahir dari istri permaesuri. Akan tetapi karena Prabu Dasarata sudah terlanjur berjanji dengan istri selirnya Dewi Kekayi untuk memberikan tahtanya kelak pada putra yang akan dilahirkan Dewi Kekayi. Jadi meski Raden Rama sangat memenuhi kriteria sebagai Raja dengan ikhlas dia memberikan hak tahta ke Raden Barata. Tidak sampai disitu saja saat Dewi Kekayi meminta Raden Rama meninggalkan Ayodya untuk hidup di hutan selama 12 tahun Raden Rama pun dengan bijaksana meninggalkan glamornya kehidupan istana untuk hidup di hutan bersama istrinya Dewi Shinta dan adiknya Raden Laksmana. Dari kejadian ini dapat diambil nilai moral seperti rasa ikhlas, kasih sayang, kebijaksanaan raden Rama. Sangat menakjubkan meski hartanya diambil tidak ada dendam sama sekali. Sedang Raden Baratha pun tidak silau atau serakah karena dia sebenarnya menolak keinginan ibunya. Hanya karena dia tidak ingin di anggap durhaka maka dia menerima penobatannya sebagai rajs Ayodya dengan berat hati. Lalu prabu Dasarata yang akhirnya meninggal dunia menderita karena rasa bersalah yang mendalam akibat kesalahannya dalam berjanji dimasa lalu dengan istri selirnya.
Kedua : seseorang hendaknya tidak berprasangka buruk terhadap ketulusan orang lain. Prasangka ini di kemukakan Dewi Sintha kepada Laksmana yang tidak mau meninggalkan dirinya sendiri di hutan Dandaka untuk menyusul raden Rama. Hal ini dilakukan Laksmana karena janjinya kepada raden Rama akan menjaga Dewi Sintha. Akan tetapi dewi sintha salah paham dan menuduh Laksmana menyukai dirinya. Mendengar hal tersebut Laksmana sangat malu dan dia bersumpah untuk tidak menikah selamanya. Dari segmen cerita ini jujur aku sangat tidak menyukai sifat Shinta yang merengek meminta ditangkapkan kijang kencana yang merupakan kijang jadi jadian sampai terpisahnya dia dengan suaminya. Kemudian sikapnya yang ke GR an menganggap adik iparnya menyukainya. Padahal Raden Laksmana adalah seorang Kesatria lurus dan sangat menghormati Kakaknya. Ehm tapi itulah manusia terutama wanita...wajar sih...(hahaha)
Ketiga: Seseorang yang memiliki ilmu atau pengetahuan serta kelebihan hendaknya tidak lupa dengan sanjungan yang menyesatkan. Ini ditunjukkan oleh Resi Subali yang terkenal memiliki darah putih (mampu menahan hawa nafsu duniawi). Dia memiliki kemampuan yang luar biasa sehingga dia diangkat sebagai Guru oleh prabu Rahwana yang terkenal sangat buruk peringainya. Prabu Rahwana merayu sang Resi dengan sanjungan bahwa kesaktian Resi tiada tanding dan lain sebagainya sampai akhirnya sang Resi terpengaruh dan mengajarkan ajian Pancasonya yang seharusnya tidak boleh diajarkan kepada manusia angkara murka seperti Rahwana. Ajian itu sangat berbahaya karena pemilik ajian itu sulit untuk mati. Selama dia masih memijak bumi maka dia akan tetap hidup meski kepalanya terputus. Nah dalam hal sebuah kata kata manis dapat membuat kita lupa diri dan berbuat kesalahan fatal. Sifat ini sama dengan sifat Riya kalau tidak salah. Akhirnya Resi Subali menjadi Resi yang tidak lagi bisa di juluki si wanara darah putih krna dia tidak lagi mampu menahan hawa nafsu.
Keempat : Pengabdian total dari Raden Anoman. Wanara keponakan Resi Subali dan Raden Sugriwa. Anoman setiap menjalankan tugasnya total dan tidak tanggung2. Selalu sendiko dawuh dan melaksanakan sesuai dengan kehendak atasannya yaitu Raden Rama. Tugas pertama adalah dia ditunjuk sebagai duta ke alengka untuk mengetahui kekuatan musuh dan menyerahkan sebuah cincin ke dewi Shinta. Dia melaksanakan tugasnnya dengan baik dia merelakan diri ditangkap musuh untuk mengetahui seberapa besar kekuatan lawan. Dia pun hanya menyerahkan cincin Prabu Rama tanpa membawa kembali Shinta karena memang tidak diperintahkan demikian. Dan memang membawa Dewi Shinta secara sembunyi sembunyi bukan sifat kesatria. Selain itu anoman juga tidak mengeluh meski berkali kali diminta menjebol gunung untuk berbagai keperluan. Anoman pun tetap menunjukkan kesetiaannya meski negara Alengka yang di dapatkan dengan susah payah penuh kucuran darah dan keringat dari bangsa wanara akhirnya akan diberikan kepada Putra Rahwana sendiri yaitu Raden Dasawilukrama. Yahc itulah anoman abdi yang menjalankan tugas penuh dedikasi tinggi tak banyak bicara n mengeluh. Totalitas tinggi meski nyawa taruhannya. Jaman sekarang mana ada yang seperti itu? Di minta tugas lembur saja ngomel ngomel hahaha upsss...maaf...
Kelima : Kesetiaan terhadap suami. Meski sudah di culik dan di iming imingi harta benda serta kekuasaan dewi sintha tidak pernah sekalupun berhianat kepada suaminya. Dia tetap menjaga cinta dan kesetiaannya kepada raden Rama. Bahkan saat Raden Rama mempertanyakan kesuciannya selama tinggal di alengka dewi Sintha rela melakukan obong atau membakar diri. Jika dia tetap hidup berarti dia bisa menjaga kesetiaannya. Dan kenyataannya memang dia terbakar hal ini menunjukkan kesetiaannya sebagai seorang istri. Meski awalnya aku sedikit ngga ngeh kenapa si Rama tega mempertanyakan kesetiaan istrinya di muka umum di depan para pejabat akan tetapi tindakan Raden Rama benar. Andai dia tidak dibuktikan dimuka umum maka akan ada fitnah dikalangan masyarakat mempertanyakan kesetiaan Dewi shinta. Dengan dilakukannya pembuktian tersebut secara tidak langsung Rama melindungi Shinta dari gosip yang tidak mengenakkan. Padahal sang Rama sendiri tentu sangat mempercayai sang istri. Ini dibuktikan saat Shinta melompat ke kobaran Api dia tersenyum. Karena Rama percaya istrinya memiliki kesetiaan itu akan kembali lagi ke pelukkan.
Nah itu hanya beberapa hal saja yang yang ulas di posting kali ini. Sebenarnya banyak sekali contoh lain seperti kecintaan Kumbakarna terhadap bumi kelahiran yaitu alengka kemudian kebaikan hati dari Wibisana seorang raksasa adik Rahwana dan lain sebagainya.
Membaca kisah ini sangat luar biasa melekat dalam hati. Penuh ketakjuban karena nilai moral yang sangat tinggi. Sayang sekali nilai nilai tersebut semakin tergeser. Mengapa aku berkata demikian karena aku pernah kaget terhadap salah satu sinetron yang mengambil cerita jawa. Setingnya juga jaman dulu cuma judul ceritanya aku tidak tau karena terlanjur shock dengan salah satu adegan ceritanya. Pada adegan tersebut ada seorang putri yang menolak di jodohkan oleh ayahnya. Yang membuat aku shock adalah si putri tersebut menolak dengan ekspresi marah serta membentak dan memelototi Ramandanya yang nota bene seorang Raja. Ealah...ya ga ada to yang kayak demikian? Mana ada putri jaman dulu membentak orang tuanya?mana ada putri jaman dulu memelototi orang tuanya "iki opo opo an??" tidak ada tatakrama sama sekali. Padahal orang jaman dulu terutama kalangan raja dan bangsawan sangat menjunjung tinggi tatakrama. Jujur aku sangat kecewa ini kah refleksi remaja jaman sekarang? Bukankah dengan adanya tayangan demikian malah memperparah karakter calon penerus bangsa? Ehm....aku hanya bisa "ngelus dada" prihatin.
Published with Blogger-droid v1.7.4