Dear diary…….
Aku ingin melanjutkan unek-unekku kemarin tentang lingkungan kerja yang mendukung produktivitas. Saat awal kita masuk dalam dunia kerja baru dengan personel baru membuat kita harus bisa beradaptasi. Kesan pertama sangat mempengaruhi penilaian terhadap seseorang. Sopan santun, cara berbicara, tegur sapa…ya meskipun kita tidak di terima 100% tapi lambat laun mereka akan menerima kita. Sulit untuk bisa membawa diri apalagi dengan personel kerja yang cukup banyak. Saat kita terlalu ramah ada yang beranggapan kita terlalu berlebihan, saat kita diam ada yang perpendapat bahwa kita seorang yang sombong.
Pernah diary aku menyalami seseorang di cuekin….sakit rasanya, yahc semua butuh proses untuk dapat diterima dalam lingkungan kerja baru amat sangat butuh kesabaran. Memerlukan waktu cukup lama dan kita harus tangguh menerima segala kritik untuk kita. Ga semua kritikan itu menyakitkan banyak juga kritikan yang membangun. Selama proses itu produktivitasku di tantang, aku merasa sangat perlu menunjukkan bahwa aku memiliki kemampuan. Meski tetap dalam tingkat kewajaran andai aku menunjukkan berlebih malah citra buruk yang akan aku tampilkan.
Akhirnya setelah hampir 1 tahun aku bisa menyesuaikan dengan dunia kerja tersebut aku mulai di terima, aku pun mulai menikmati pekerjaanku, meski ga 100% personel yang menerima, prinsipku asal kita tidak pernah berusaha menyakiti pihak lain menurutku tidak ada masalah.…..
Dari sini aku menyadari bahwa proses sangat menentukan hasil dari sebuah usaha. Saat kita diterima oleh lingkungan kerja kita semua akan menjadi mudah. Kita bisa mengasilkan produk kita dengan maksimal asalakan tentu saja kita jangan pernah terlena dengan kondisi nyaman tersebut.
Diary……
Aku ingin bercerita tentang hal lain. Ini menyangkut hobbyku di dunia seni tari. Aku bukan orang yang terlatih dengan berbagai teori seni tari. Aku mempelajarinya secara aotodidak. Jadi aku bisa karena aku melihat lalu mencoba. Bukan karena teori. Sebenarnya diary aku sangat ingin mempelajarinya secara mendetail mulai tatarias dan busana. Ga lucu diary kalo aku mementaskan sebuah tari dengan kostum yang ga sesuai dengan pakem.
Dimanapun aku mengajar aku ingin sekali menghidupkan kesenian itu. Ternyata sambutan para siswa cukup antusias. Meski di awal penyampaian ideku mendapat tanggapan kurang mengenakkan dari teman sejawat, tetapi tanggapan antusias itu muncul dari anak didikku. Memang kendalanya hanya satu masalah costum. Sewa baju cukup mahal, sempat punya keinginan aku mambuat pakaian tari sendiri tapi semua pasti terkendala dengan waktu. Aku amat sangat kekurangan waktu tiap harinya. Terkadang untuk melakukan pekerjaan rumah tangga terpaksa aku kerjakan saat aku libur. Sehingga untuk memikirkan pembuatan pakaian tari aku tidak memiliki waktu itu.
Soal tatarias aku mulai belajar meski belum maksimal diary tapi aku akan terus belajar. Tujuanku satu agar aku bisa membantu anak didikku. Dia ga perlu ke penata rias yang mahal dan akupun akan merasakan kepuasan tersendiri jika dapat merias muridku sendiri. Diary ini ada foto hasil karyaku menata rias anak didikku. Semoga aku semakin terlatih.
Impianku kedepan aku punya sanggar dimana muridku bisa mengeskpresikan diri se maksimal mungkin di bidang seni tari.
2 komentar:
knapa kog bu eifrill ga jadi pelatih tari aja!!!! kannn lebih bisa mengembangkan hobby???
ya....sekarang aku ngelatih nari kan diskul dah ada ekstrakulikuler tarinya...
Posting Komentar