Hari minggu yang cerah di tanggal 1 hijriah ato tanggal 1 suro untuk kalender jawa. 1 suro merupkan bulan yang sakral bagi orang jawa. Banyak cerita mitos juga ritual untuk menyambut datangnya bulan tersebut. Memang sebagian orang memandang hal.tersebut adalah perbuatan musrik.Semua itu tinggal dari sudut mana kita memandangnya. Aku cukup netral.saja memandang semua dari unsur budaya dan adat istiadat.
Seperti yang ada di lingkungan desa tempat aku dilahirkan. Untuk menyambut datangnya bulan tersebut para penduduk desa mengadakan syukuran. Syukuran tersebut berupa nasi lengkap dengan lauk tak lupa ada parutan kelapa yang dikeringkan atau orang menyebutnya "srundeng". Nasi dan lauk pauk tersebut di letakkan dalam bungkus daun pisang yang di lipat sedemikian rupa membentuk sebuah kotak yang disebut "takir". Jumlah takir disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Dan ditambah satu takir besar yang dihias janur kuning. Itulah yang disebut takir plontang. Takir plontang memiliki sejarah tersendiri. Mengapa harus ada takir plontang dan apa fungsinya akan aku ceritakan. Nah begini ceritanya:
Takir plontang merupakan wujud rasa syukur masyarakat jaman dahulu atas keberhasilan raden bimasena atau werkudara membunuh raja angkaramurka yaitu prabu baka. Kematianya tepat pada mlm satu suro. Diceritakan masyarakat jaman dahulu menyiapkan makanan bagi raden werkudara didalam sebuah takir. Untuk membedakan dengan takir yang lain maka takir untuk raden werkudara di beri janur kuning yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan takir plontang. Oleh sebab itu selesai acara makan makan biasanya para penduduk membawa takir itu pulanhlg kerumah masing2 untuk dipasang di depan rumah. Dengan harapan raden werkudara akan mampir dan memakan takir yang telah mereka siapkan.
Seperti juga bapak kemarin mlm. Setelah selesai acara doa dan makan bersama beliau pulang membawa takir plontang. Suamiku yang dirumah penasaran dan antusias dengan ceritaku yang sengaja aku lebih2 kan (maklum semasa kecil dia tinggal dimadura mungkin dia tidak pernah mendengar cerita seperti itu). Dia menunggu bapak meletakkan takir plontang dan mungkin berharap akan bertemu werkudara. Hahahaha....aku dan ibukku tentu tidak kuat menahan tawa. Saat suamiku lengah takir itu sudah tidak ada ditempat bukan karena diambil raden werkudara tetapi diambil tetangga yang memang dipesen oleh bpk untuk mengambil takir tesebut untuk dimakan dgn keluarganya selain itu eman klo smpe mubazir.
Sampai sekarang suamiku msh penasaran siapa yang mengambil takir plontang tersebut. Tidak percaya dengan cerita yang aku lebih2 kan dia sampe browsing internet segala. Cari tau siapa raden werkudara n apa itu takir plontang hahahaa....
Kita ambil saja hikmahnya. Dengan adanya kebudayaan itu rasa saling berbagi dan gotong royong antar masyarakat tetap terjaga. Yang jelas jangan berharap untuk bertemu raden werkudara di jaman sekarang ini.
Namanya juga cerita rakyat.
Published with Blogger-droid v1.7.4
0 komentar:
Posting Komentar